Di tengah hiruk pikuk kota Jakarta yang tak pernah tidur, ada satu sudut yang jarang diperhatikan. Di bawah jembatan layang Manggarai, seorang bocah laki-laki tampak tengah tertawa lepas sambil meniup gelembung sabun. Wajahnya penuh keceriaan, meski pakaiannya lusuh dan kakinya telanjang. mg4d Ia adalah Raka, bocah jalanan berusia sembilan tahun yang sudah dua tahun terakhir hidup di jalan.
Tapi siapa sangka, di balik senyum polosnya itu, tersimpan kisah yang membuat dada sesak. Kisah tentang seorang ibu yang kehilangan, seorang anak yang terpaksa dewasa sebelum waktunya, dan dunia yang seolah tak memberi ruang bagi mereka untuk bernapas.
Awal dari Segalanya
Empat tahun lalu, keluarga kecil ini hidup sederhana di sebuah kontrakan sempit di daerah Klender. Raka, anak semata wayang dari pasangan Yani dan Darto, tumbuh dengan kasih sayang meski serba kekurangan. Sang ayah bekerja sebagai sopir truk antar kota, sementara ibunya membuka warung kecil-kecilan.
Namun semua berubah ketika Darto mengalami kecelakaan saat mengantar barang ke luar kota. Truk yang dikemudikannya terguling di tikungan tajam. Ia tewas di tempat.
“Dunia saya runtuh saat itu,” ujar Yani, ibunda Raka, saat ditemui tim kami. Matanya berkaca-kaca, menggenggam erat foto suaminya yang mulai memudar warnanya. “Saya harus kuat demi Raka. Tapi kenyataannya… hidup tidak pernah benar-benar memberi saya kesempatan.”
Warung kecil mereka akhirnya tutup. Tabungan habis untuk membayar biaya rumah sakit dan pemakaman. Yani sempat bekerja sebagai buruh cuci di rumah-rumah tetangga, namun penghasilannya tak cukup. Akhirnya, ia dan Raka terpaksa hidup di jalan.
Menggugah Nurani: Anak Kecil yang Tak Pernah Mengeluh
Raka bukan anak biasa. Meski hidupnya penuh kekurangan, ia tumbuh dengan hati yang besar. Setiap pagi ia membantu ibunya mengumpulkan botol bekas dari tempat sampah. Siangnya, ia menjajakan tisu dan mainan murah di lampu merah.
“Aku nggak malu,” katanya sambil tersenyum saat kami tanyai soal pekerjaannya. “Yang penting bisa bantu ibu.”
Senyumnya tulus. Tidak dibuat-buat. Dan dari senyum itulah banyak orang merasa tergugah. Beberapa pengendara bahkan mengenal Raka sebagai “anak yang selalu bilang terima kasih”. Meski hanya diberi uang receh, ia tetap menunduk sopan dan mengucapkan doa untuk pemberi.
Salah satu pengendara tetap yang sering bertemu Raka di perempatan mengatakan, “Anak itu beda. Dia nggak merengek. Nggak memaksa. Dan senyumnya itu… bikin hati ini mencelos.”
Menginspirasi Banyak Orang
Kisah Raka mulai viral ketika seorang mahasiswa bernama Lia, merekam video singkat tentang Raka yang sedang membagikan makanan ke sesama anak jalanan. Dalam video itu, Raka mengatakan, “Aku dikasih nasi kotak, tapi temanku belum makan. Jadi aku bagi dua.”
Video itu langsung menyebar luas di media sosial. Banyak netizen menangis melihat ketulusan bocah kecil yang tak memiliki apa-apa, tapi masih mau berbagi.
Beberapa lembaga sosial dan donatur mulai datang ke lokasi tempat Raka dan ibunya tinggal. Mereka memberi bantuan berupa makanan, pakaian, bahkan menawari tempat tinggal sementara. Namun, yang paling mengejutkan adalah saat salah satu yayasan pendidikan menawarkan beasiswa penuh untuk Raka.
“Aku pengen jadi polisi,” kata Raka sambil mengusap air matanya yang jatuh saat mendengar kabar itu. “Biar bisa bantu orang susah kayak aku dan ibu.”
Kata-katanya sederhana, tapi menyayat hati siapa saja yang mendengarnya.
Menghebohkan Dunia Maya
Tak butuh waktu lama, nama Raka menjadi trending di Twitter dan TikTok. Tagar #RakaAnakBaik bahkan sempat bertahan di peringkat pertama selama dua hari berturut-turut. Banyak artis, influencer, dan tokoh publik mengungkapkan rasa haru mereka dan ikut menyumbang.
Salah satu influencer dengan jutaan pengikut menulis:
“Anak ini mengajarkan kita bahwa bahagia itu bukan soal harta, tapi soal hati yang ikhlas dan mau berbagi.”
Stasiun televisi pun berlomba-lomba mengangkat kisah Raka. Dalam salah satu wawancara live, Raka duduk di sofa empuk studio sambil menatap kagum lampu-lampu yang gemerlap. Namun, ketika ditanya apa yang paling ia inginkan saat ini, ia menjawab pelan, “Saya cuma mau ibu nggak capek lagi.”
Kata-kata itu menggema di ruang studio. Sunyi. Banyak yang menahan air mata. Termasuk sang pembawa acara.
Perubahan Hidup yang Mengejutkan
Tak lama setelah viral, kehidupan Raka dan ibunya berubah drastis. Mereka pindah ke rumah kontrakan layak huni yang disediakan oleh yayasan. Raka mulai bersekolah dengan seragam rapi dan sepatu hitam mengilap. Sementara ibunya ditawari pekerjaan sebagai asisten dapur di sebuah rumah makan.
Namun perubahan itu tidak membuat mereka lupa diri. Setiap akhir pekan, Raka masih kembali ke jembatan Manggarai, bukan untuk mengemis, tapi untuk membagikan makanan dan buku cerita kepada anak-anak jalanan lain.
“Dulu aku pernah di situ. Aku tahu rasanya lapar dan dingin,” ujarnya.
Raka kini menjadi simbol harapan. Banyak sekolah dan komunitas sosial mengundangnya untuk berbicara. Meski masih kecil, ia berbicara dengan bijak. “Kalau kita nggak bisa bantu dengan uang, bantu aja pakai senyum. Itu juga berharga, kok.”
Epilog: Di Balik Semua Itu, Ada Doa Seorang Ibu
Yani, sang ibu, kini tampak lebih sehat dan ceria. Namun ia tidak lupa perjuangan yang telah mereka lalui.
“Saya selalu bilang ke Raka, jangan dendam sama hidup. Mungkin Tuhan kasih kami jalan susah karena kami kuat,” katanya sambil menatap anaknya yang tengah membaca buku di sudut ruangan.
Air matanya kembali mengalir. Tapi kali ini bukan karena sedih, melainkan karena syukur. Syukur bahwa anaknya tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya kuat, tapi juga berani, lembut hati, dan mampu menginspirasi banyak orang.
Penutup
Kisah Raka adalah cermin bagi kita semua. Bahwa di tengah kerasnya dunia, masih ada jiwa-jiwa lembut yang bersinar. Bahwa di balik senyum anak jalanan, ada doa, luka, dan harapan yang besar.
Ia mengajarkan kita bahwa menjadi manusia bukanlah soal kaya atau miskin, tetapi soal seberapa besar hati kita mampu memberi meski dalam kekurangan. Kisah ini tidak hanya mengharukan, tapi juga menggugah, menginspirasi, dan menghebohkan: sebuah MG4D sejati.